Introvert dalam Ekstrovert
Kalau di test test kepribadian sebagian besar hasil testnya menunjukkan gue ini seorang Ekstrovert.
tapi diri gue tidak membenarkan sepenuhnya, karena nyatanya gue ini memiliki sisi introvert yang lebih besar, atau sebanding? gue juga gak tahu, gue sendiri pun gak bisa bilang diri gue seorang ambivert karena baru satu hasil test yang menunjukkan gue seorang ambivert, dan gue belom bisa meyakininya hanya karena satu test saja.
Gue ini sangat pemalu dalam hal menunjukkan tulisan-tulisan receh gue, oleh karena itu gue gak pernah meminta orang lain yang tidak dekat dengan gue untuk membaca hasil tulisan-tulisan gue. lalu bagaimana jika ia yang menemukannya sendiri? tidak apa-apa. bagi gue menulis adalah cara agar gue ditemukkan,
Lewat tulisan, gue berharap orang lain yang ditakdirkan untuk membaca tulisan gue mengenali sisi lain dari gue, sehingga mereka tidak melihat sisi ekstrovert gue saja, melainkan sisi introvertnya gue. karena banyak sekali orang yang bilang kalau gue orang yang mudah untuk bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan baru ataupun lama, memang benar, tetapi diabalik itu semua, ada kalanya gue malas sekali untuk berinteraksi dengan orang lain, bahkan terlalu malas untuk membalas pesan mereka yang menumpuk di aplikasi chatt gue. bukannya sombong, tapi itulah sisi lain dari gue. kadang ketika gue telah menghabiskan beberapa hari dengan orang banyak yang tidak memberikan ruang untuk diri gue sendiri (misalnya kegiatan menginap, dan semacamnya) gue selalu menyisihkan beberapa hari untuk menghabiskan waktu bersama diri gue sendiri, entah itu gue habiskan dengan membaca sambil menikmati musik, menonton film lalu membuat serialnya dalam imajinasi gue, menikmati coklat dan es krim sambil berubah-ubah posisi untuk menemukan posisi nyaman gue, atau malah gue habiskan hanya untuk menulis. pokoknya semua gue lakukan dengan diri gue sendiri, tanpa harus berhubungan dengan orang lain.
Gue juga merupakan orang yang mudah larut dalam imajinasi yang gue ciptakan sendiri, gue bisa saja berjalan-jalan sendiri hanya untuk mengamati orang lain, tetapi tetap membatasi diri untuk berinteraksi dengan mereka, gue hanya menjadi pengamat, mengamati bagaimana mereka berjalan, bagaimana mereka memandang satu sama lain, bagaimana mereka menciptakan tawa ataupun bagaimana mereka bermain dengan ekspresi-ekspresi unik mereka, iya. gue sejail itu.
Ketika gue sudah merasa puas menghabiskan waktu dengan diri gue sendiri barulah gue siap untuk kembali bersosialisasi, kembali menampilkan sisi ekstrovert gue, kembali berjalan-jalan sendiri untuk menciptakan interaksi baru dengan orang asing, berbicara dengan mereka tanpa mengenal nama mereka cukup menyenangkan untuk dilakukan oleh sisi ekstrovert gue.
Mungkin kebanyakan teman-teman kelas gue belum menyadari alasan dibalik diamnya gue, iya semester lalu gue ingat sekali ketika gue tidak sempat me-time dengan sisi introvert gue, waktu itu gue berlibur dengan teman-teman organisasi selama kurang-lebih tiga hari, semua hal yang gue lakukan adalah aktivitas sosial yang menuntut gue untuk berinteraksi 3 x 24 jam dengan orang lain, bahkan satu kasur dengan teman-teman gue. harusnya setelah itu, paling tidak gue memiliki satu atau dua hari untuk me-time, tetapi gue tidak sempat untuk memiliki waktu tersebut karena senin-nya gue langsung kuliah, dan alhasil kalian tahu? gue memiliki mood yang sama sekali tidak bagus selama beberapa hari, bukannya gue lelah badan, bisa dibilang ada sesuatu dalam diri gue yang membuat gue lelah, seakan-akan gue selalu bilang bahwa gue capek, dan dalam kondisi seperti itu gue sangat membutuhkan me time.
Untuk kebanyakan orang yang tidak mengenal gue dengan sebenarnya akan menganggap gue sedang marah dengan mereka karena gue diam seharian, bicara sperlunya, bahkan sangat irit, nyatanya tidak. gue hanya butuh menunjukkan keintrovertan gue. gue hanya butuh waktu untuk itu.
Hal yang paling membahagiakan adalah ketika kita bisa nyaman dengan diri kita sendiri, tanpa harus berpura-pura memainkan hp ketika berjalan sendirian ditengah keramaian, tanpa harus malu untuk menghabiskan waktu di caffe sendirian, tanpa harus sungkan untuk menaiki bianglala sendirian di pasar malam yang romantis, tanpa harus menahan tawa ketika kita larut dalam pikiran kita di transportasi umum, apapun halnya. membahagiakan sekali jika kita bisa nyaman melakukannya dengan diri kita sendiri.
Hal yang saat ini sangat sulit untuk didapatkan, meski pergi sendiri kadangkala kita berteman dengan gadget untuk membunuh waktu, itu bukan menikamati kesendirianmu melainkan memaksa dirimu untuk menikmati waktu tanpa orang lain. dua hal yang hampir sama namun sangat berbeda makna.
Komentar
Posting Komentar