Pesan dari bapak Gatot
Senin lalu, gue bertemu seorang bapak di kantin sekolah tempat gue PKM. Tentunya saat itu sedang jam makan siang, gue bersama dua orang teman. Kantin sekolah tempat kami PKM tidak terlalu besar, hanya ada sebuah bangku panjang berpasangan dengan meja coklat tempat meletakan piring dan gelas serta ada dua bangku terpisah yang meramaikan. Karena sedang ada pembangunan di lapangan sekolah tak jarang kami melihat para pekerja makan di kantin sekolah. Termasuk pak Gatot, sebenarnya, gue gak tahu pak Gatot ini sedang bekerja di pembangunan sekolah atau hanya bermain saja di lingkungan sekolah.
Dengan celana selutut dan kaos santainya pak Gatot terlihat sedang menikmati makanannya. Setelah mengambil makanan gue pun memutuskan untuk mengambil posisi duduk di samping bapak Gatot.
Percakapan dimulai diantara kami. Awalnya bapak hanya menanyakan tentang apa yang kami lakukan di sekolah tersebut, berapa lama kami di sana, dan percakapan basa-basi yang biasa digunakan untuk memulai obrolan.
Lalu obrolan yang menarik menurut gue dimulai,
"Ketika seorang muslim meminta sesuatu dari Tuhannya, bagaimana caranya?" tanya bapak.
Gue tersenyum setelah menelan sisa makanan yang ada di mulut, "Berdoa, seperti halnya dalam solat,"jawab gue.
Kali ini bapak Gatot yang tersenyum, gue melirik ke dua orang teman gue, yang satu masih nampak mendengarkan sesekali, dan yang satu lagi entah apa yang sedang dia lakukan dengan gadget-nya.
"Lalu dimana Tuhan berada?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh pak Gatot terdengar sangat familiar di telinga gue, mungkin juga dengan teman gue yang dari tadi hanya tersenyum tak niat menjawab.
"Di mana-mana." jawab gue dengan jeda setelah pertanyaan pak Gatot.
Pak Gatot menggeleng dengan senyuman yang terukir di sudut bibirnya, beliau menjawab, "Kiblat kita memang ada di mekkah, Baitullah, namun Allah selalu ada di hati setiap mukmin. Mungkin tidak semua hati terdapat Allah di dalamnya." Gue tersenyum, bapak benar, saya yang masih harus banyak belajar, dari bapak, juga dari yang lainnya.
Ucapan pak Gatot membangunkan ketertarikan gue akan obrolan yang pak Gatot bangun, gue memiringkan tubuh menghadap pak Gatot.
"Bapak senang sekali dengan anak perempuan," katanya.
"Di rumah anak bapak tiga, laki-laki semua, mereka sering bermanja dengan ibunya, bapak juga ingin merasakan putri bapak bermanja dengan bapak." Ucapnya dengan nada yang kali ini lebih lembut, nada yang biasa diucapkan sang ayah kepada putrinya.
Gue hanya tersenyum mendengarnya, tak berniat menjawab apapun, kali ini gue mengijinkan pak Gatot berbicara apa yang ia mau sampaikan tanpa harus mendengar tanggapan gue, mungkin saja itu hal yang ingin ia lakukan dengan seorang anak perempuan, bercerita.
"Kata orang anak perempuan adalah cinta pertama bagi ayahnya." begitu kalimat yang keluar dari bibir beliau,
"Benar," hanya itu kata yang bisa terucap dari bibir gue.
Ketika jeda yang sedang menguasai kami, seorang teman gue bangkit dari duduknya, berniat mengambil barang yang ingin ia ambil, tinggalah gue berdua bersama pak Gatot, tidak, maksud gue bertiga namun dalam obrolan ini teman gue yang satunya tidak begitu antusias terlibat, ia hanya menunduk menggerakan jari-jarinya diatas layar gadget-nya.
"Bapak melihat kamu seperti bapak melihat putri bapak," Ucapnya kali ini dengan nada sedikit bergetar, gue menatap manik mata pak Gatot, memerah, ada linangan air mata yang tak bisa ia tumpahkan. Entah apa yang membuat pak Gatot menatap gue dengan sehangat itu.
Lagi lagi gue tersenyum, kali ini senyuman gue bukan hanya tanpa arti. Ada sebesit kerinduan yang selama ini gue simpan, ucapan yang selama ini sering kali terdengar namun tidak berpengaruh apapun pada gue, tapi sekarang ucapan itu serasa mendobrak pertahanan gue, pertahanan gue untuk tidak menganggap bahwa ada kesedihan yang terbesit atas ucapan tersebut.
"Boleh bapak berpesan?" Tanyanya, Gue mengangguk, "Silahkan, pak."
"Saat ini sudah punya pacar?" gue menggeleng, "Belum, pak." jawab gue dengan senyuman kecil.
"Nanti ketika mencari suami, cari sosok yang dalam hatinya terdapat Allah, juga cari yang mau membantu kamu, termasuk dalam urusan rumah tangga, cari sosok yang mengerti posisinya. Sebenarnya, memberi ASI pada anak juga menjadi tanggungjawab laki-laki," gue tertawa kecil, terdengar lucu obrolan kami.
"Kok gitu, pak?" tanya gue ketika rasa penasaran atas ucapan pak Gatot muncul.
"Seorang suami wajib memastikan istrinya makan dengan baik, baik tentunya juga halal, sehingga nutrisi dan juga berkah yang anak terima lewat ibunya akan menjadi nilai untuk keluarganya kelak." Begitu penjelasan bapak, saya mengangguk paham.
"Tugas istri hanya tiga, yang pertama merawat keluarga dengan baik, mendampingi suami dan keluarga, serta menjaga kehormatannya." ucap bapak.
Setelah mengambil jeda untuk bernafas, pak Gatot melanjutkan, "Mengapa perlu seseorang yang dihatinya terdapat Allah? Karena ia tahu bagaimana memperlakukan kamu dengan baik, mukmin tidak akan munafik, itu juga berlaku untuk kamu, sebagai seorang istri nantinya, jagalah keimanan dan kehormatan. Tanamkan bahwa perempuan adalah permata yang beharga untuk suami dan agamamu." Ucap bapak dengan kata-kata yang indah sekali.
"Terimakasih pak, pesannya." ucap gue.
Bapak mengangguk, lalu berkata, "Sekali lagi ingat ya, saya mengatakan ini bukan karena saya ingin menggurui, melainkan karena saya melihat kamu sebagai putri saya." Beliau mengucapkannya dengan diiringi senyum yang hampir saja membuat saya ingin menangis.
Pak Gatot, saya tidak tahu mungkin suatu saat nanti akan bertemu lagi dengan bapak atau tidak, jika hal itu terjadi banyak pelajaran yang ingin sekali saya dapatkan (lagi) dari bapak. Saya tidak peduli apa gelar bapak, apa pekerjaan bapak, tapi hari itu bapak telah memberikan saya hal yang mahal, yaitu nasihat, pesan kebaikan. Bukankah nasihat adalah sesuatu yang mahal? dan saya bersyukur sekali diberi kesempatan untuk mendapatkan nasihat tersebut dengan gratis.
Pak, saya tahu, saya masih bukan apa-apa, dalam obrolan kita yang sebenarnya lumayan panjang ada beberapa hal yang pastinya memang berbeda pendapat antara saya dengan bapak, dan juga tidak semua obrolan kita bisa saya tuliskan di sini. Ohya pak, setelah bapak menyebutkan nama lengkap bapak ketika bapak menceritakan tentang Facebook, Saya mencari Facebook bapak, berniat barangkali bisa bersilaturahmi dengan bapak. Bapak juga bilang mari berteman di media sosial tersebut kan, pak? tapi sayang sekali, saya belum berhasil menemukan akun bapak. semoga suatu hari saya bisa kembali bersilaturahmi dengan bapak, entah dengan apapun caranya.
Saya percaya bapak adalah orang baik dan berilmu, semoga bapak sehat selalu ya, pak. Terimakasih pak atas pesan yang bapak berikan, Insya Allah akan saya ingat.
Tertanda, dari mahasiswi yang masih harus banyak belajar.
Komentar
Posting Komentar