Tawa diujung waktu
Kepada kamu yang tidak pernah tahu tempat untuk bercerita dan mengadu.
Kepada kamu yang merasa bahwa memendam lebih baik dari menceritakan.
Kepada kamu yang merasa bahwa tidak ingin lagi percaya.
Kepada kamu yang merasa semua masalah akan baik-baik saja selama kamu tertawa.
Kepada kamu yang selalu dianggap tak punya beban.
Kepada kamu yang merasa bahwa sepi tidak kunjung menepi.
Kepada kamu yang tidak mampu membuka ruang dalam relungmu.
Kepada kamu yang merasa bahwa orang lain tidak peduli dengan kisahmu, ia hanya ingin tahu. Sehingga membuatmu berhenti untuk berbagi rasa lelah, sedih, dan kecewa.
Kepada kamu yang memilih menutup rapat karena kecewa.
Tidak apa-apa.
Meski terkadang kamu perlu menggunakan tawa sebagai tameng atas kecewamu.
Meski terkadang orang lain tidak menganggap bahwa masalahmu membuatmu membutuhkan orang lain (juga) sehingga hanya keluhannya yang kamu dengar.
Meski terkadang kamu tidak diberi waktu untuk bercerita dengan tenang, tanpa komentar pahit darinya.
Mungkin itu yang membuatmu enggan untuk berbagi (lagi).
Kamu merasa bahwa ceritamu, kepahitanmu, kekecewaanmu, rasa sedihmu karena ditinggalkan tidak lagi penting bagi telinga yang mendengarkan.
Kamu hanya ingin didengar dengan tenang, bukan? Tanpa penghakiman, tanpa adanya mata yang berusaha mendobrak nyalimu, tanpa ada ucapan yang semakin menyakitimu, yang ada dan kau butuhkan hanya telinga yang setia mendegar ceritamu, membiarkanmu melepaskan semua beban yang selama ini kamu pendam, sendirian.
Orang lain terbiasa menganggapmu kuat sehingga mereka lupa bahwa kamu bisa lemah juga.
Orang lain terbiasa menganggapmu penuh canda sehingga mereka lupa bahwa kamu juga perlu dibuat tersenyum, bahkan tertawa oleh orang lain.
Orang lain terbiasa menganggapmu pendengar yang baik sehingga mereka lupa bahwa kamu butuh didengar juga.
Orang lain terbiasa meminta waktumu tanpa sadar ia tidak pernah memberimu waktunya.
Ia tidak pernah ada dengan untuh untukmu.
Namun apa yang bisa kamu lakukan?
Tidak ada.
Kamu tidak bisa berbuat apa-apa.
Kamu yang takut mengecewakan orang lain lebih memilih menelan sendiri rasa kecewamu.
Kamu yang takut merepotkan orang lain lebih memilih untuk merepotkan dirimu sendiri dengan sedihmu, tangismu, yang harus kamu sudahi sendiri.
Apakah pengalaman begitu pahit sehingga kamu lupa rasanya manis?
Terkadang, membuat sekeliling kita tertawa adalah hal yang kita pilih untuk menutupi luka, menjadi baik-baik saja, melupakan bahwa kecewa yang kita miliki juga perlu dikeluarkan,
Kamu yang merasa kisahmu tidak menarik untuk didengar orang lain.
Kamu yang merasa kamu akan baik-baik saja meski berjalan sendiri dalam gelap.
Kamu yang terbiasa menangis sendiri setelah tertawa bersama dengan sekelilingmu.
Aku tahu kamu lelah, kamu butuh pundak untuk menyandar, untuk terlelap sebentar sebelum kamu menjalankan kehidupanmu kembali.
Menjadi pencipta tawa untuk sekelilingmu.
Kamu bukan tanpa celah sehingga bisa terbebas dari rasa lelah.
Meski terkadang keluh tidak sempat terucap dari bibirmu, percayalah suatu saat nanti kamu akan temukan, temukan tempat untukmu menceritakan semua rasa, dia mendengar tanpa pernah menganggap kamu manusia lemah.
Dia akan ada meski kamu telah memintanya pergi.
Karena dia tahu kamu sedang tidak baik-baik saja.
Dia percaya kamu akan membutuhkannya.
Menghiburmu, menciptakan tawa di ujung waktu, di sudut bibirmu.
Dia menghiburmu, karena dia tahu kamu telah berupaya menghibur orang lain.
Semoga sang pencipta tawa diujung waktu-mu akan datang, menemanimu, menghabiskan harimu yang melelahkan.
Komentar
Posting Komentar