Do you really know me? (Curhatan campur aduk)
Source image: https://www.google.co.id/ |
One the fact that I have. No one truly knows the real pain I face. I like to keep it to my self.
Setelah beberapa hari yang lalu gue bertanya tanya pada (beberapa) teman dekat gue tentang "Bagaimana mereka memandang gue?" lebih tepatnya gue bertanya tentang perilaku yang "kurang baik" apa yang harus gue modifikasi, dan jawaban mereka cukup mengejutkan gue.
"Nana itu misterius, aku gak pernah bisa nebak kamu lagi kenapa, aku gak pernah liat kamu marah, atau kecewa yang bener-bener kecewa sama suatu hal, bukan cuma kesel-keselan iseng doang."
"Kadang aku mikir, aku udah cukup deket belom ya sama Nana. Atau aku hanya sekedar kenal Nana?"
"Aku pengen liat Nana marah atau kecewa sama sesuatu, yang bener-bener gitu."
"Sometimes Nana to be a neutral, maybe too neutral. I don't know so much about your truly emotions."
"Kamu baik Nana. Aku gak bisa nyebutin hal lain."
"Sometimes Nana to be a neutral, maybe too neutral. I don't know so much about your truly emotions."
"Kamu baik Nana. Aku gak bisa nyebutin hal lain."
Wah,
Bingung sebenernya nanggepinnya.
Helo guys, do u really know me so well?
Helo guys, do u really know me so well?
Gimana ya, kalo mereka bilang gue gak pernah marah gak juga sih. Gue pernah marah, sama kayak manusia lainnya. Tetapi cara marahnya setiap orang berbeda. Kita gak bisa menyamaratakan cara marahnya semua orang.
Bukan berarti gue suka memendem sih, karena emang gak gue pendem juga, gimana ya.
Gini,
Gue cuma ngerasa kalo gue takut gak bisa marah dengan baik, gue takut marahnya gue nyakitin orang lain, gue takut ucapan yang keluar ketika gue marah akan tertanam dalam hatinya. Karena gue udah pernah ngerasain itu, satu hal yang gak bisa gue ceritain sama manusia manapun.
Mungkin bener kalo setiap orang memperlakukan orang lain berdasarkan sebuah luka yang dia punya. Sebagian mungkin ada yang dendam ketika dia disakiti orang lain, dia merasa terluka, dan dia memperlakukan orang lain seperti luka yang dia rasakan. Buat gue dia gak salah sepenuhnya kok, cuma tidak adil aja jika dia melakukan hal tersebut, gak adil rasanya jika kita memperlakukan orang lain atas dendam masa lalu kita, gak akan ada untungnya, malah akan semakin menyakiti diri. Gue gak mau. Gue gak mau orang lain mencicipi apa yang gue rasakan, apalagi gue yang menyebabkan mereka mencicipi luka tersebut.
Dari luka tersebut gue belajar untuk tidak memperlakukan orang lain dengan seperti itu. Karena dapat menyakiti orang lain.
Dari luka tersebut gue belajar untuk tidak memperlakukan orang lain dengan seperti itu. Karena dapat menyakiti orang lain.
Sebenernya rasa takut dan ragu dalam diri gue mulai tumbuh ketika gue dianggap sebagai orang yang "cukup baik" di mata orang lain.
Ketika gue dianggap sebagai orang "baik" (padahal mah kaga), segala tindakan gue akan di-standarisasikan dengan kelakuan-kelakuan yang "baik" di mata masyarakat. Gue takut kalo gue sendiri menganggap diri gue udah cukup baik. Di keluarga besar, khususnya mbah gue, gue selalu menjadi anggota keluarga yang di elu-elukan (khususnya sama mbah gue), gue sendiri merasa sangat jelas bahwa mbah terkadang berlebihan dalam membanggakan gue, sampe salah satu sepupu gue pernah menganggap gue adalah cucuk kesayangan mbah. Gimana enggak, orang apa-apa mbah selalu bilang "Kayak mba Nana, bla bla bla" ke adik-adik sepupu gue, sampe terkadang gue sendiri ngeri mendengernya. Ngeri dengan ekspetasi mbah tentang diri gue.
Selain itu, gue juga ragu ketika gue dinilai cukup baik oleh orang lain, banyak hal yang terlintas dalam pikiran gue, apa gue benar-benar baik? apa saat gak ada siapapun gue juga baik? apa jangan-jangan gue baik kalo ada orang lain doang? apa gue pantes buat dibilang sebagai orang baik? i dont think so.
Jujur, dari hati yang terdalam, gue malu untuk dianggap sebagai orang baik, gue malu ketika orang lain melihat gue sebagai pribadi yang baik. Gue malu sama diri gue sendiri. Malu.
Gue, si anak yang petakilan, si anak yang punya beribu kekurangan dan kesalahan dianggap baik sama orang lain? wah, begitu menakjubkannya Allah menutupi aib gue.
Begitu pula dengan perasaan yang gue miliki, rasa marah, emosi, kecewa dan hal yang menurut orang lain gak pernah ditampaki dengan jelas dari diri gue nyatanya pernah gue lakukan, bahkan sering sebagai manusia. Gue pernah marah dengan orang lain, gue pernah kecewa atas suatu keadaan yang gue dapat, gue pernah begitu emosional ketika gue tidak mendapatkan apa yang gue inginkan. Sama seperti kalian. Tapi sejak satu kejadian yang membalikan pandangan gue, gue berpikir untuk tidak lagi membagi perasaan tersebut ke orang lain.
Ada satu ruang dalam diri gue yang selalu gue jaga. Gak pernah ada seorang pun yang gue biarkan memasuki ruang itu, sampai saat ini. Gue hanya merasa belom menemukan seseorang yang bisa gue ijinkan untuk memasuki ruang tersebut. Seseorang yang gue percaya bahwa bersamanya gue bisa memasuki ruang yang selama ini gue tutup rapat-rapat. Seseorang yang bersamanya gue percaya bahwa untuk tidak apa-apa menjadi lemah. Tidak apa-apa, karena dia selalu menemani.
Hadeuh, mungkin ini akan menjadi postingan ter-menye menye untuk gue. Postingan yang akan gue persembahkan untuk diri gue sendiri. Postingan yang gak ada manfaatnya untuk orang lain, mungkin?
Mungkin, dari anggapan-anggapan temen-temen akan diri gue. Gue hanya ingin berkata, jangan berharap lebih pada diri gue, gue bukan wifi kencang tanpa sandi yang dapat membahagiakan semua orang. Gue juga tidak sebaik itu, bahkan mungkin aja gue lebih buruk dari kalian? who knows? everybody have a sin. Ambil yang baik dari seseorang, karena bagaimanapun semua orang di dunia ini pasti punya kebaikan.
Lupakan keburukan orang lain, ingat keburukan diri sendiri. Agar kita selalu berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik. Berusahalah memperbaiki diri sendiri sebelum memperbaiki orang lain.
Jangan jadikan luka masa lalu sebagai alasan untuk menyakiti orang lain. Bagaiamanapun menyakiti bukanlah hal yang dibenarkan, apapun alasannya.
Gue, si anak yang petakilan, si anak yang punya beribu kekurangan dan kesalahan dianggap baik sama orang lain? wah, begitu menakjubkannya Allah menutupi aib gue.
Begitu pula dengan perasaan yang gue miliki, rasa marah, emosi, kecewa dan hal yang menurut orang lain gak pernah ditampaki dengan jelas dari diri gue nyatanya pernah gue lakukan, bahkan sering sebagai manusia. Gue pernah marah dengan orang lain, gue pernah kecewa atas suatu keadaan yang gue dapat, gue pernah begitu emosional ketika gue tidak mendapatkan apa yang gue inginkan. Sama seperti kalian. Tapi sejak satu kejadian yang membalikan pandangan gue, gue berpikir untuk tidak lagi membagi perasaan tersebut ke orang lain.
Ada satu ruang dalam diri gue yang selalu gue jaga. Gak pernah ada seorang pun yang gue biarkan memasuki ruang itu, sampai saat ini. Gue hanya merasa belom menemukan seseorang yang bisa gue ijinkan untuk memasuki ruang tersebut. Seseorang yang gue percaya bahwa bersamanya gue bisa memasuki ruang yang selama ini gue tutup rapat-rapat. Seseorang yang bersamanya gue percaya bahwa untuk tidak apa-apa menjadi lemah. Tidak apa-apa, karena dia selalu menemani.
Hadeuh, mungkin ini akan menjadi postingan ter-menye menye untuk gue. Postingan yang akan gue persembahkan untuk diri gue sendiri. Postingan yang gak ada manfaatnya untuk orang lain, mungkin?
Mungkin, dari anggapan-anggapan temen-temen akan diri gue. Gue hanya ingin berkata, jangan berharap lebih pada diri gue, gue bukan wifi kencang tanpa sandi yang dapat membahagiakan semua orang. Gue juga tidak sebaik itu, bahkan mungkin aja gue lebih buruk dari kalian? who knows? everybody have a sin. Ambil yang baik dari seseorang, karena bagaimanapun semua orang di dunia ini pasti punya kebaikan.
Lupakan keburukan orang lain, ingat keburukan diri sendiri. Agar kita selalu berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik. Berusahalah memperbaiki diri sendiri sebelum memperbaiki orang lain.
Jangan jadikan luka masa lalu sebagai alasan untuk menyakiti orang lain. Bagaiamanapun menyakiti bukanlah hal yang dibenarkan, apapun alasannya.
Komentar
Posting Komentar