Mereka yang spesial (Komentar tentang Anak Berkebutuhan Khusus di media sosial)

Related image
https://www.google.co.id/
Anak Berkebutuhan Khusus atau biasa disingkat ABK, mereka yang menurut gue sangat istimewa. Mereka yang bisa membalikkan dunia gue. Dulu, sebelum gue terjun ke dunia ABK gue menganggap bahwa ABK ini ialah anak yang selalu membutuhkan orang lain untuk mengurusinya, untuk mengurusi seluruh hidupnya bahkan. Sama halnya dengan pikiran seseorang yang berkomentar tentang ABK (SLB lebih spesialnya) dalam sebuah media sosial, sebuah komentar yang sedang ramai dibicarakan di kalangan pendidikan SLB, khususnya teman-teman gue. 



Bila ditanya apakah komentar tersebut salah atau tidak gue mencoba menjawabnya dengan melihat dari beberapa sudut pandang, yang pertama, gue melihat bahwa ia adalah seseorang yang memiliki pengetahuan yang setengah-setengah tentang ABK, mungkin seperti halnya gue dulu. Gue sadar bahwa mengetahui sesuatu secara tidak menyuluruh membuat kita mempersepsikan sesuatu tersebut dengan kurang tepat, tidak salah, juga tidak benar sepenuhnya. 
Semisalnya gini, gue coba analogikan ke dalam kejadian yang lebih sederhana. Ada seorang anak yang sedang memasukkan tangannya ke dalam sebuah mangkuk berisi puding, padahal anak tersebut sudah diperingati oleh ibunya untuk memakan puding dengan menggunakan sendok, kemudian, tiba-tiba ibu tersebut datang dan marah ketika melihat anaknya memakan puding tanpa menggunakan sendok, bahkan ibu tersebut melihat anaknya sedang mengobok-obok puding yang ada di dalam mangkok. Lalu ibu tersebut memarahi anak itu tanpa bertanya terlebih dahulu. Padahal yang sebenarnya terjadi ialah, anak tersebut memasukkan tangannya karena berusaha mengambil sendok yang jatuh ke dalam mangkok puding tersebut. 

Dalam kasus ini si ibu tidak sepenuhnya salah, meski tindakannya memarahi sang anak juga tidak tepat. Si Ibu hanya mengetahui setengah dari kejadian, ia tidak melihat keseluruhan dari kejadian tersebut. Dan celakanya lagi, si ibu tidak berusaha untuk mencari tahu keseluruhan dari kejadian tersebut, si ibu langsung menarik kesimpulan bahwa si anak ialah, anak yang nakal karena tidak menuruti perintahnya. Menjadikan setengah pengetahuan kita menjadi kesimpulan akhir adalah suatu hal yang akan menyebabkan pemahaman yang keliru.

Seperti halnya seorang yang berkomentar di atas, gue manganggap bahwa ia hanya mengetahui setengah-setengah tentang ABK, ia mengetahui bahwa ABK ialah seorang yang membutuhkan layanan khusus, kemudian dia menarik sebuah opini bahwa seluruh ABK yang ada di SLB akan mendapat layanan khusus seperti kegiatan yang ia sebutkan, salah? tidak juga. Namun perlu diluruskan lagi, tidak semua ABK (khususnya di SLB) harus dilayani dalam hal toilet training, merawat diri atau hal hal yang berbau ADL (Activity Daily Living). Jika menganggap bahwa semua ABK yang ada di SLB dilayani dalam aktivitas kesehariannya rasanya kurang tepat, karena bagi mereka yang sudah dapat melakukan Bina diri (Bina diri itu semacam kemampuan dalam melakukan ADL) ya tidak perlu lagi mendapat bantuan seperti si komenter tersebut nyatakan.

Selain itu juga, si komenter bilang bahwa di SLB ia bisa pura-pura kesurupan, hey Indra, kamu tahu kan ya kalau SLB itu sebuah sekolah, bukannya rumah dukun? Mungkin yang seringnya ditemui di SLB itu tantrum Indra, bukannya kesurupan yang seperti kamu bilang. Dan kamu tahu juga kan ya kalau paling tidak ada seorang laki-laki di sebuah sekolah? eh atau di tempat kamu bersekolah tidak ada laki-lakinya? ah ya, kamu mungkin lupa bahwa di Sekolah ada seorang satpam atau pegawai laki-laki yang bisa kita mintai bantuan jika ada situasi yang tidak terkontrol seperti halnya kesurupan yang kamu bilang, mungkin kamu bisa menyenggol nenen bapak-bapak satpam ya nanti jika kamu pura-pura kesurupan.

Ohya Indra, kamu tahu tidak, jika seseorang yang bersekolah di SLB itu tidak sembarangan, tidak serta merta bisa masuk, gini Indra, di sebuah sekolah (khususnya) SLB itu biasanya ada yang namanya asesmen, kegiatan asesmen itu merupakan kegiatan pengumpulan data, nanti data seorang yang akan memasuki SLB akan dicek lagi, mulai dari diagnosa dari psikologi/dokter, test iq, hingga sampai tahap pengetest-san kemampuan yang mereka miliki (tahap/prosenya tergantung kebijakan tiap sekolah), jadi kalau kamu memang mau menyarankan orang lain yang tidak pantas masuk SLB untuk masuk SLB mungkin kamu bisa mencobanya terlebih dahulu ya Ndra.

Pengetahuan yang setengah-setengah dapat menimbulkan pemahaman yang keliru. Seperti halnya diatas, sudah tau pengetahuannya hanya setengah-setengah namun berani-beraninya menarik kesimpulan tanpa mencari tahu keseluruhannya. Bukan berarti gue mengetahui sepenuhnya tentang dunia ABK, gue masih terus dan terus belajar bersama mereka, belajar dari mereka, dan belajar mengenal lebih dekat mereka. Namun hal yang mau gue garis bawahi ialah cobalah belajar mencari tahu tentang sesuatu secara menyeluruh, carilah informasi yang sudah banyak sekali dijumpai dimana-mana, tanyalah seseorang yang memang bisa membantu kamu mendapatkan informasi, bertemanlah dengan mereka (difabel), terjun langsunglah, main dan belajar belajar bersama mereka, jangan lantas mengetahui setengah-setengah namun merasa mengetahui keseluruhan sehingga dapat menarik kesimpulan seenaknya saja.

Yang kedua, gue beranggapan bahwa dia tahu, dan ia menjadikan hal tersebut sebagai sesuatu yang lucu (menurutnya). Nah di sini gue bukannya mau menyalahkan si komenter tersebut, gue sangat setuju bahwa komentar dari Indra memang bukan hal yang baik, bahkan terkesan ngawur. Tapi dari komentar dia gue belajar lagi, mungkin gue dan teman-teman yang bergelut di dunia ke PLB'an masih kurang dalam hal sosialisasi mengenai ABK, sehingga Indra menganggap bahwa ABK merupakan sesuatu yang dapat dijadikan bercandaan, mungkin dia menganggapnya itu lucu.

Indra, atau siapapun orang yang menjadikan ABK sebagai bahan untuk bercanda, maafkan saya dan teman-teman ya, jika kami kurang mensosialisasikan dunia ABK kepada kalian, sehingga berdampak pada pengetahuan dan pemahaman kalian yang minim, sehingga kalian sampai menganggap ABK ialah sesuatu yang dapat dijadikan lawakan. Tapi kalian tahu tidak? seperti apapun kalian mengolok mereka (ABK), sinar mereka tidak akan pernah redup sedikit pun, kalian tahu kenapa? karena hati mereka tulus, hati mereka begitu baik, mereka tidak berniat untuk menjadikan kalian sebagai bahan olokan juga, apa karena mereka bodoh dan tidak bisa berbuat apa-apa? tentu tidak, percayalah pada saya, setelah kalian terjun ke dunia mereka (ex: menjadi volunteer) kalian akan tahu betapa berkilaunya mereka, betapa berprestasinya mereka, lalu kalian akan merasa malu, dengan segala kesempurnaan fisik yang kalian miliki tetapi tidak digunakan dengan semaksimal mungkin.

Jujur, gue pernah menangis ketika pertama kali gue dekat dengan mereka, satu sisi gue merasa sangat malu dan satu sisi lagi gue merasa bersyukur, bukan karena gue lebih "normal" dibanding mereka, bukan. Gue bersyukur karena Tuhan udah ngasih gue kesempatan luar biasa buat gue terjun ke dunianya mereka, gue bersyukur bahwa sebenarnya Tuhan udah nyadarin gue bahwa hidup gue ini harus gue maksimalkan, bukan malah meributkan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak perlu, hal yang dulu seringkali gue tuntut. Bahkan seperti halnya kebahagiaan, dulu mungkin untuk bahagia dengan hal-hal sederhana sangat sulit, gue bisa bahagia tapi setelahnya gue selalu berambisi untuk melakukan hal yang lebih dan lebih, gue merasa saat itu gue cenderung tidak bersyukur atas pencapaian sederhana gue.

Namun setelah gue mengenal mereka, gue belajar untuk bersyukur pada hal-hal kecil dalam hidup gue, gue belajar untuk menerima, bukan menuntut. Bukan berarti gue tidak melakukan hal yang maksimal dalam hidup, tapi lewat mereka gue diajarkan bahwa tidak penting kalah atau menang, yang terpenting gue telah memaksimalkan apa yang gue lakukan, bukan hanya untuk diri gue, juga untuk orang lain dalam hidup gue. Gue lebih belajar lagi tentang arti menghargai, bersama mereka gue belajar untuk menghargai proses. Mungkin kalian melihatnya seperti hal yang tidak bernilai, tapi sebagai guru/Orang yang bergelut di dunia ABK kami selalu melihat bahwa pencapaian kecil ialah sebuah proses yang luar biasa, proses yang harus selalu dihargai. Karena mereka (difabel) ialah orang yang bekerja lebih gigih dibanding kalian, bahkan untuk meminum segelas air saja mereka membutuhkan usaha yang lebih dari kita, yang kalian sebut "normal".

Lantas ketika mereka melakukan usaha yang lebih dibanding kita, apakah pantas mereka kita sebut sebagai orang yang tidak dapat berbuat apa-apa?

Untuk seluruh orang yang menghabiskan waktunya untuk mengolok-olok ABK atau menjadikannya bahan bercandaan, sudahlah. Hidup orang tua mereka (ABK) sudah tidak mudah, tolong jangan kalian tambahkan dengan hal-hal yang seperti itu. Tidak ada untungnya, menjadikan ABK sebagai bahan bercandaan bukanlah hal yang akan membuat kalian terlihat lucu, justru malah membuat orang-orang tidak respect terhadap kalian. Lebih baik waktu yang kalian punya kalian habiskan untuk mengenal mereka, pasti jauh lebih menyenangkan.


Mereka yang spesial, mereka berkilau bagai permata, indah seperti bintang malam, hangat seperti mentari, serta menyejukkan seperti rintikkan hujan. Senyuman mereka mengisyaratkan kebahagiaan yang begitu tulus, namun didalamnya terselip ketangguhan bagai batu karang. Tidak semua orang menghargai mereka, tidak semua orang bahkan menganggap mereka ada. Mereka selalu ditatap dengan tatapan kasihan dan iba, bukannya tatapan ke-salutan. Kata-kata celaan mungkin sudah tidak terhitung lagi, tapi bagi mereka, itu semua bukan hal yang dapat meruntuhkan semangat mereka untuk tetap berkilau. Mereka tetap berkilau, dan semakin berkilau ditengah redupnya ketulusan di negeri ini. Cintai dan hargai mereka, karena mereka ada dan mereka ingin berteman dengan kalian. Dengan setulus hati.


Related image
https://www.google.co.id/

Ayo kita sama-sama belajar lebih banyak, sama-sama menebarkan cinta di bumi ini. Jangan takut untuk mencoba hal baik, karena hal baik selalu dilakukan oleh orang-orang berhati luar biasa. Ayo kita belajar untuk menerapkan lingkungan yang ramah difabel, bukan hanya lingkungan yang berjargon ramah difabel. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkat (Virtual Feeling #2)

Marigold

Deep talk