Hazel, aren't you? #2
Sejak hari di mana seseorang yang tidak ku kenal menyapaku lewat sebuah aplikasi chatting, aku tidak pernah mendapati hariku tenang tanpa rasa penasaran. Siapa sebenarnya dia? Mengapa pesan terakhirku tidak mendapat balasan darinya. Aku buka kembali kolom chat yang sudah tertimbun dengan puluhan chat lainnya, sejak sebulan lalu aku tidak pernah lagi mendapati balasan pesan darinya.
"Ngapain aku simpan kontaknya, kalau dia hanya iseng lalu pergi!" ucapku dengan kesal. Aku merampas ransel yang berada di sampingku lalu berjalan menuju kedai kopi yang selalu ramai dikunjungi. Jangan bayangkan kedai ini seperti kedai kopi yang banyak dikenal oleh masyarakat metropolitan, kedai ini bisa dibilang kecil, tidak memiliki cabang lain selain tempat ini, tidak memiliki akses internet gratis dan juga jangan berharap jika kita bisa mengisi daya ponsel kita di kedai ini, karena kedai ini tidak memiliki colokan yang bisa digunakan untuk pelanggan.
Membosankan, bukan? tetapi hal yang membuatku senang dengan kedai ini ialah karena kedai ini selalu mempunyai wangi kopi dan aneka kue yang dapat menggunggah selera, bukan hanya itu saja, aku juga bisa melihat pemandangan di mana orang-orang bercengkrama dan tertawa hangat dengan yang lainnya, sungguh pemandangan yang jarang aku lihat di kedai kopi jaman sekarang, jika tidak untuk urusan bisnis mereka datang hanya untuk menatap layar gadgetnya, menikmati internet gratis berjam-jam lamanya tanpa berbicara dengan yang lainnya.
Membosankan, bukan? tetapi hal yang membuatku senang dengan kedai ini ialah karena kedai ini selalu mempunyai wangi kopi dan aneka kue yang dapat menggunggah selera, bukan hanya itu saja, aku juga bisa melihat pemandangan di mana orang-orang bercengkrama dan tertawa hangat dengan yang lainnya, sungguh pemandangan yang jarang aku lihat di kedai kopi jaman sekarang, jika tidak untuk urusan bisnis mereka datang hanya untuk menatap layar gadgetnya, menikmati internet gratis berjam-jam lamanya tanpa berbicara dengan yang lainnya.
"Hazelnut chocolate milk more sugar and less ice, right?" kata seorang barista yang sangat aku kenal. Dia Arka, laki-laki seusiaku, dia bekerja di kedai ini sejak kedai ini pertama kali dibuka, sudah setahun. Lelaki yang biasa ku panggil Aka ini merupakan sahabatku sejak kecil. Dia selalu tau apa yang aku suka dan yang tidak aku suka. Ehm.. jangan ada bayangan Aka dan aku akan terjebak friendzone, tidak. Aku tidak memiliki perasaan selain rasa sayang sebagai sahabat dan saudara laki-laki dengannya, Aka pun begitu, dia sudah memiliki pacar yang sangat cantik dan aku sudah mengenalnya dengan baik.
"Duduk sana! ngapain malah bengong?" tanya Aka yang ku balas dengan cengiran.
Di jam makan siang meskipun tempat ini ramai pengunjung namun tidak sulit untuk menemukan orang yang ingin kita cari, di sini hanya ada delapan meja. Kudatangi meja tempat dua orang berseragam putih sebagai tanda bahwa mereka bekerja di sebuah stasiun kereta api.
"Apakah ada diantara kalian yang bernama Hazel?" tanyaku spontan.
Mereka yang kaget dengan kedatanganku berusaha saling mencari jawaban satu sama lain. Gelagat seperti 'Kamu kenal dia?' sedang mereka lakukan.
"Mana name-tag kalian?" kataku seakan memberi komando. Tanganku meminta dengan tegas kepada dua orang yang tidak ku kenal.
Sinting. Mungkin itu yang sedang mereka berdua bayangkan.
"Maaf di sini tidak ada yang bernama Hazel, mbak." Ucap salah satu diantaranya.
Tidak puas dengan jawaban mereka, aku kembali membuka mulut, "Lalu apa kalian ada yang mengenal pria bernama Hazel?"
Keduanya menggeleng. Aku mengehembuskan nafas frustrasi.
"Lagi?" Ucap Aka yang berada di belakangku sembari membawa nampan berisikan minumanku.
"Maaf atas ketidaknyamanan yang diciptakan perempuan sinting ini, silakan dinikmati kembali waktunya" ucap Aka lalu menarik lengan bajuku dengan satu tangannya.
Aku menjatuhkan tubuhku ke kursi kayu berwarna biru, "Awww" aku mengaduh kesakitan.
"Kesakitan?" tanya Aka dan matanya mengarah ke bokongku.
Aku tersenyum, "Nggak seberapa dibanding malunya dikatain perempuan sinting sama sahabatnya sendiri!" Aku hendak mengambil segelas Hazelnut di atas nampan tapi tangan Aka dengan cepat menyambarnya.
"Mau sampai kapan kamu selalu melakukan hal konyol seperti tadi, Leya?" tanya Aka tegas.
"Aku bertaruh setelah ini mereka akan membicarakan tingkah gilamu!"
Aku mengerucutkan bibirku dan menatap Aka dengan tatapan putus asa.
"Sampai kapan? ya sampai aku bertemu orang itu. Sinikan minumanku." Aku menyambar gelas di tangan Aka. Aka menyerah dan menggaruk rambutnya dengan frustrasi. Kasihan sekali dia harus memiliki sahabat sinting sepertiku hahaha
Menyuruput Hazelnut chocolate milk di siang hari yang panas seperti ini adalah hal yang dapat menenangkanku. Sebulan sudah aku selalu melakukan hal gila seperti tadi, berharap seseorang yang bekerja di stasiun kereta api yang tidak jauh dari kedai ini adalah seseorang yang bernama Hazel, atau paling tidak ia mengenal seseorang yang bernama Hazel.
Harapanku.
Komentar
Posting Komentar