Keliru

Tepat setelah aku mendeklarasikanmu sebagi satu dari prioritasku, di hari itu juga aku harus menelan cua. Begitu pahit, kenyataan bahwa kamu hanya menjadikanku sebuah kelakar, aku bagai arena rekreasi untukmu, tempatmu bermain-main.

Aku keliru mengartikan perhatian-perhatian kecil yang kamu berikan, keliru mengartikan senyum-mu yang kupikir hanya untukku, aku keliru mengartikan genggaman-genggaman kecil saat kita bersama. Aku keliru saat kukira kita ada pada perasaan yang sama saat kamu selalu bersedia menghabiskan waktu untuk berbincang denganku, keliruku ketika aku mengira kamu membawa segenap hatimu saat sedang bersamaku. Kukira aku tidak jatuh cinta sendirian, kupikir ada kamu di dalamnya, bersamaku. 

Seharusnya aku sadar sejak awal, bahwa ini bukan ketertarikanmu yang akan berujung pada sebuah afeksi padaku. Ini hanya rasa penasaranmu yang ingin kamu ketahui jawabannya. Ketika aku telah membuka ruang yang selama ini kututup rapat-rapat, dengan segala rasa yang menggebu aku mempersilakan kamu masuk, mengijinkan kamu, hanya kamu, untuk menjelajah. Kubiarkan kamu menyelami dalamnya.

Namun, keliruku tidak terelakkan saat kamu perlahan berjalan memunggungiku, ada apa? pikirku. Aku selalu bertanya tentang salahku, apa yang membuat kamu pergi? mengapa kamu tidak datang kembali? seluruh tanya kian gemuruh dalam kepalaku. 

Aku mencoba hilang, berharap agar kamu mencariku, nyatanya, tidak pernah sekalipun kamu mencariku. Bahkan sebaliknya, aku merasa kamu yang hilang.

Sampai pada akhirnya aku menyadari, kamu tidak pergi, bagaimana bisa kamu pergi jika kamu tidak pernah datang dengan membawa hatimu padaku. Aku keliru.
Aku yang melahirkan asaku tentangmu, aku merawatnya, memberinya makan dengan ilusiku hingga ia tumbuh dan menguasai diriku sendiri, merenggut logika yang seharusnya aku gunakan.

Hebatnya, hadirmu membuatku teralih, menjajikanku beribu suka cita, seakan bersamamu aku menjadi insan yang paling bahagia. Namun nyatanya, aku hanya keliru.

Maafkan aku, keliruku sudah sampai pada tahap menganggapmu tujuanku.




---

Hwaaa. Udah, ya. Ternyata, gak mudah ya harus membayangkan berada di situasi yang sedang tidak dialami, hanya mengingat-ingat, mencoba menyelami kembali, dulu saat aku merasa seperti ini bagaimana ya? 
Tapi, aku berterima kasih kepada seseorang yang telah menantangku untuk menulis seputar friend zone. Maaf jika tulisan ini tidak bisa memenuhi dahagamu. Semoga aku tidak keliru. Selamat membaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkat (Virtual Feeling #2)

Marigold

Deep talk