Expectation is not our friends
"Ya kan dari awal juga udah dibilangin, makanya jangan berekspektasi!" Kata seorang teman kepada teman lainnya. Udah sering banget gak sih kalian mendengar tentang hubungan antara ekspektasi dan rasa kecewa. Sebenernya ekspektasi itu apa sih maknanya? kan yang kita tahu selama ini ekspektasi adalah sebuah harapan. Nah kalau ekspektasi adalah sebuah harapan berarti kita disarankan untuk tidak berharap dong kalau gak mau kecewa?
Eits, tunggu dulu.
Kita harus cari tahu dulu asal kata dan arti kata ekspektasi ini sebelum kita mengetahui kenapa sih orang orang seringkali mengaitkan kata ekspektasi dengan perasaan kecewa.
Ekspektasi sendiri diadaptasi dari bahasa Inggris yaitu Expectation di mana kata dasarnya adalah expect yang artinya adalah mengharapkan/menduga/menyangka. Sehingga ekspektasi adalah keyakinan kuat bahwa sesuatu akan terjadi atau menjadi masalah di masa mendatang (Menurut Prawiro, 2018).
Sementara menurut Sutisna (2001) arti ekspektasi adalah suatu kepercayaan atau keyakinan individual tentang berbagai hal yang seharusnya terjadi pada situasi tertentu.
Jadi dari dua pengertian di atas aja kita mendapat gambaran nih bahwa arti ekspektasi sendiri adalah suatu dugaan atau keyakinan tentang suatu hal yang "seharusnya" terjadi di masa mendatang atau pada situasi tertentu. Yang namanya menduga-duga atau berprasangka terhadap sesuatu kan gak selamanya harus berakhir manis ya, gak selamanya sesuai, bahkan seringkali meleset jauh banget. Sesederhana kita deket sama orang lain deh, kita seringkali menaruh ekspektasi di pundaknya dia seolah-olah sudah menjadi tanggung jawabnya untuk bertindak/bersikap seperti apa yang kita harapkan/kita sangka. Jadi seperti ada keharusan yang sebenarnya bukan milik dia yang membuat kita seolah merasa bahwa kita bisa mengkontrol segala output tentang orang ini.
Ketika orang ini tidak menghasilkan output yang tidak seperti "seharusnya" kita bayangkan, kita kecewa terhadap mereka. Padahal bukan mereka yang mengecewakan kita, tapi ekspektasi kita sendiri. Kita lupa bahwa kita tidak bisa mengkontrol apa yang akan terjadi di masa depan terlebih lagi hal yang berkaitan dengan mahluk hidup yang sifatnya dinamis.
Kita seringkali menolak kenyataan bahwa ada banyak hal yang terjadi di dunia ini yang merupakan hasil keputusan dari takdir yang sudah orang lain buat, segala pilihan yang kita putuskan saling berkaitan dengan takdir orang lain. Kita menganggap bahwa hidup kita tidak akan berkaitan dengan takdir orang lain padahal segala sesuatu di dunia ini saling memiliki benang merah. Saat kita menentukan sesuatu saat itu juga kita bersinggungan dengan takdir orang lain. Misalnya, keputusan kita mencintai seseorang juga sedikit banyak dapat berdampak pada takdir orang itu. Tapi kita sering lupa bahwa yang terjadi ini adalah hasil dari keputusan yang orang lain buat juga.
Kita seringkali menyangkal itu. Dengan sangat percaya diri kita menduga bahwa orang akan melakukan apa yang kita inginkan, selamanya. Dengan sangat percaya diri kita percaya bahwa takdir kita adalah milik kita sendiri. Dengan sangat percaya diri kita menentukan takdir orang lain tanpa menerima bahwa takdir kita juga dapat dihasilkan dari keputusan yang orang lain buat. Memang kita seringkali terlampau percaya diri.
Terlampau percaya bahwa ekpektasi yang kita letakkan di pundak orang lain tidak akan pernah bergeser tempatnya. Padahal orang itu juga bergerak, bisa saja saat bergerak ekpektasi kita tidak sengaja jatuh dan terinjak olehnya.
Terus gak boleh punya harapan kalau gitu biar gak kecewa?
Maka jangan hidup, karena semua yang hidup dan bernyawa selalu memiliki harapan.
Tidak berharap juga merupakan sebuah harapan.
Harapan agar diri sendiri tidak kecewa.
Yang menurut gue masuk akal adalah bukan berhenti berharap namun berhenti meletakkan harapan pada pundak orang lain. Jangan jadikan ekspektasi kita sebagai teman, yang membuat kita percaya bahwa beban bisa dibagi, termasuk harapan. Karena menjadikan ekspektasi sebagai teman tidak membuat tanggung jawab kita terbagi bukan?
Maka simpanlah baik baik harapanmu kepada dirimu sendiri, berhenti menduga duga bahwa orang lain akan tetap hidup dalam buku yang sama dengan kita. Karena mereka juga seorang tokoh yang bisa berlakon dengan tokoh mana saja yang ia pilih, maka melepaskan segala ekspektasimu yang kamu letakan di pundak orang lain, barangkali itu yang membuat tenang hatimu.
Komentar
Posting Komentar