Beasiswa dan si orang kaya




Pendidikan sudah jadi suatu kebutuhan bagi sebagian masyarakat sejak dulu hingga sekarang, bahkan ada orang yang rela mengorbankan separuh hidupnya untuk pendidikan. Pendidikan bukan hanya milik si kaya atau pun si miskin, pendidikan milik kita bersama, tak peduli dari mana asal kita berada, kita tetap memiliki hak menempuh pendidikan. Bagi sebagian orang yang memiliki kemampuan secara finansial, mudah saja menempuh pendidikan setinggi mungkin, baik di dalam maupun di luar negeri.

Tapi bagaimana jika seorang yang tidak memiliki kemampuan dalam hal finansial ingin menempuh pendidikan setinggi mungkin? Yap, benar sekali, dengan program beasiswa salah satunya. Program beasiswa adalah program dimana adanya bantuan yang umumnya berupa finansial. Adanya program beasiswa ini seakan menambah harapan baru untuk sebagian masyarakat yang memiliki keinginan untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin, namun memiliki ketidakmampuan dalam hal finansial.

Nah, problem yang menjadi titik pembicaraan gue adalah bukan tentang bagaimana si program beasiswa atau pun jenis beasiswa ini, melainkan bagaimana pandangan sebagian orang (khususnya teman-teman gue) memandang program beasiswa ini, terutama si penerima beasiswa ini, umumnya disebut beswan.
Jadi, di Indonesia sendiri seringkali kita temukan si beswan yang berasal dari keluarga yang mampu atau memiliki penghasilan diatas rata-rata.  Ini crucial banget sih, ketika masih banyak sebagian orang yang ‘menyalahkan’ si beswan ini. 

Kaya diskusi gue sama temen-temen sepergaulan gue tantang hal ini, kemarin tepatnya.
Mungkin, temen-temen gue gak memiliki maksud untuk menyalahkan si beswan yang memiliki ekonomi diatas rata-rata ini, tapi nyinyirnya mereka dan sebagian orang di luar sana mungkin bisa dianggap menyinggung jika yang mendengarnya adalah si beswan yang dimaksud. Sebelumnya gue mau minta maaf juga nih, jika tanpa sengaja ada yang membaca dan merasa tersinggung atas tulisan gue, gue gak bermaksud untuk memojokkan atau menjelekkan siapa pun di sini, gue pure mau cerita dan menuangkan apa yang ada di fikiran gue.  Syukur-syukur bisa bermanfaat, kalo gak bermanfaat juga ya maanfaatin aja sebisa lu deh. Haha.

Oke, mari kita mulai.

Jadi, kemarin siang gue dan temen-temen berbicara tentang beasiswa, khususnya beasiswa LPDP. Nah salah satu beswan LPDP ini adalah seorang public figure di negeri ini. temen gue berbicara ketidaksetujuannya mereka tentang ‘orang’ yang masih dianggap mampu, tetapi menerima beasiwa.
Itu wajar, semua orang dapat berargumen selama ia tidak menyalahkan aturan berpendapat.
Yang gue kurang setujui adalah ucapan mereka tentang si beswan ini.

“udah tau orang kaya, ngapain sih nerima beasiswa.”
“penerima beasiswa tapi masih bisa nongkrong-nongkrong, hangout.”
“gak tau diri aja.” – serius salah satu orang yang gue kenal ada yang berbicara begini, walaupun dalam waktu yang berbeda, bukan hari yang sama.

Ucapan-ucapan kayak gitu yang enggak sama sekali gue harapin keluar dari mulut orang yang gue kenal, but apa boleh buat itu udah terlanjut terjadi. 

Sekarang gue mau sedikit meluruskan, koreksi jika gue salah.
Yang gue tahu, beasiswa LPDP diperuntukkan untuk sluruh WNI yang berkemampuan akademik dan kepemimpinan yang tinggi serta lolos proses seleksi. 
Di dalam websitenya pun tidak disebutkan ‘diperuntukan hanya untuk warga miskin’ no. big no.
Jadi, siapa pun asalkan dia WNI dan memiliki kemampuan akademik, berkepemimpinan yang tinggi dan lolos proses seleksi ya dia berhak untuk menerima beasiswa tersebut.

Jadi tidak disebutkan juga bahwa public figure tidak boleh mendaftar beasiswa. Maaf, tapi agak kolot aja kalo orang berfikiran beasiswa benar-benar diperuntukkan untuk orang yang tidak mampu saja. Mungkin sebagian besar memang, tapi ingat, tidak seluruh beasiswa seperti itu. Karena seluruh WNI berkesempatan mendapatkan beasiswa.

“tapi itu kan masalah tanggung jawab, kalo bukan hak-nya pasti nanti di akhirat di mintain pertanggungjawaban.” Gue setuju sama hal ini, apa pun yang kita lakuin akan dimintain pertanggungjawaban.
Tapi, menurut gue, kita gak bisa menyalahkan mereka juga loh.

Bicara soal tanggungjawab gini deh, misalkan si A ini berasal dari keluarga yang mampu, dan si B berasal dari keluarga yang kurang mampu secara finansial. si A ingin mendaftar universitas negeri dikarenakan biayanya yang terjangkau. Nah kebetulan si B ingin mendaftar di perguruan tinggi yang sama dengan si A dikarenakan dalam perguruan tinggi tersebut banyak terdapat program beasiswa, mereka akhirnya mendaftar di perguruan tinggi yang sama begitu pun dengan jurusannya. Nah ketika diseleksi, kemampuan si A lebih unggul dibanding si B, jelas yang diterima adalah si A. dan si B terpaksa harus mendaftar perguruan tinggi swasta yang secara biaya lebih mahal dari perguruan tinggi negeri yang dia tuju.
Bila konteksnya bebicara tentang pertanggungjawaban, apa dengan begitu si A tidak bertanggungjawab karena ia mendaftar PTN? Sementara seandainya si A tidak mendaftar di PTN, si B dapat menempati posisi si A tersebut.

Nah, bila sebagian kalian ada yang menyebutkan soal pertanggungjawaban, gue tanya lagi, jika kalian merasa mampu dan PTS memiliki jurusan yang kalian inginkan, mengapa kalian yang mengaku mampu tersebut tidak mendaftar PTS saja? Mengapa kalian tidak berbaik hati memberikan kesempatan untuk orang yang tidak mampu secara finansial untuk berkuliah di PTN?

Kalian bisa menjawab sendiri.

Kalo gue pribadi, gue sama sekali tidak menyalahkan darimana si beswan ini berasal.
Masalah pertanggungjawaban biarkan menjadi urusan dia dengan Tuhan. Karena gue juga memiliki pertanggungjawaban gue pribadi.

Gue pribadi menjadi salah satu beswan. Tapi apa gue menyalahkan si beswan yang memiliki kemampuan finansial yang lebih dari cukup? enggak sama sekali, itu urusan mereka, mereka mau dapat beasiswa ke luar planet sekali pun gue bodo amat. Karena itu hidup mereka.
Jangan sertamerta memandang dari satu arah saja, kenapa kalian gak coba lihat dari arah yang berbeda.
Mungkin aja secara akademik si beswan yang berasal dari keluarga mampu ini lebih berkualitas dibanding yang kalian fikir lebih berhak mendapatkan beasiswa.

Pihak yang ngasih beasiswanya juga gak mungkin memberikan beasiswa dengan cuma-cuma ke orang yang dianggapnya gak ‘berhak’. Gue ibaratin lagi.

Misalnya, gue berasal dari keluarga yang kurang mampu secara finansial dan gue ingin mendaftar beasiswa S1 luar negeri. Dan si B berasal dari keluarga yang mampu secara finansial, dia pun ingin mendaftar beasiswa S1 luar negeri, dia ingin mencoba peruntungannya. Kalo diterima ya Allhamdulillah kalo enggak ya gak masalah juga.
Nah ketika tahap seleksi gue gak memenuhi syarat untuk beasiswa S1 di luar, bisa jadi karena syarat kemampuan bahasa kurang memenuhi standar, atau pun karena dokumen gue gak lengkap, or skill gue kurang mumpuni dibidangnya. Sementara si B lebih ‘berkualitas’ dibidangnya, dokumen dia lengkap, serta kemampuan bahasanya memenuhi syarat, lalu si B diterima beasiswa dan gue enggak, apa itu wajar menurut kalian?
Menurut gue sih wajar, wajar banget malah.

Karena kalo gue ada di pihak pemberi beasiswa gue pun lebih memilih yang memiliki standar, apa kalian mau memberikan bantuan ke orang yang dia niat gak niat, dia gak berusaha buat meningkatkan kualitas dirinya. Dia hanya bermodalkan ‘gue gak mampu nih, tolong kasih gue duit’.

Gils banget.

Apalagi yang notabennya beasiswa tersebut membawa nama negara. Ya pasti dipilih orang-orang terbaik yang memiliki peluang besar mengharumkan nama negaranya. Meksipun kita gak tahu gimana kedepannya. Tapi yang saat itu dilihat lebih berpeluang yang si B, ya sah aja sih menurut gue.
Apalagi gue suka sebel kalo orang yang koar koar masalah, ‘ih lo kaya tapi nerima beasiswa, gue aja gak dapet, padahal gue pas-pasan.’

HELO. LO FIKIR BEASISWA DENGAN DATANG DENGAN SENDIRINYA?

Tau-tau ada yang dateng dan ngetok rumah lo tau-tau bilang ‘hi, ini beasiswa buat S1 keluar negeri, kamu kan gak mampu, jadi kamu dapet beasiswa ya. Selamat.’ 

Kalo lo mau ya usaha nyari infonya lah, usaha daftar, dan usaha lengkapin persyaratannya. Jangan gugur sebelom berperang.
Mereka yang menurut lu kaya dan gak berhak dapet tapi mau usaha, masa lo cuma bisa koar koar sambil duduk cantik di rumah?
Gak adil banget kali.

Kalo mereka dapet beasiswa ya karena usaha mereka, karena kualitas diri mereka, karena mereka dianggap berhak secara akademik, beasiswa kan juga bisa berupa penghargaan atas kerja kerasnya.
Terus masalah si beswan yang masih bisa nongki, hangout, atau pun belanja ini itu.
Gue ketawa sih sebenernya kalo denger orang bilang begitu.

Itu sama aja kayak lo bilang kalo asisten rumah tangga gak boleh beli baju di mall.
WKWKWKW.

Coba deh sekali-kali lu fikir, mungkin aja dia kerja keras buat nambah uang jajan dia, dia kerja buat menuhin keinginan dia buat bergaul, dan itu wajar aja, toh mereka emang kerja. Mereka gaul juga dari keringet mereka sendiri, gak kayak lo yang koar-koar soal gak boleh hangout dll, tapi masih bergantung dari orang uang tua kalo mau nongkrong sama temen.

‘kenapa uangnya gak dipake buat nabung aja?’ halah, lo itu gak 24 jam sama mereka, lo gak tau kan kalo sebenernya mereka jajan itu pake uang sisaan nabung mereka.

Sementara lo dengan mudahnya ngabisin uang ortu lo, kalo mau beli ini itu atau jajan ini itu, tanpa mikir panjang buat minggu depan gimana, buat beli buku gimana.
Sama halnya public figure yang jadi beswan, ya mereka bisa nongkrong karena mereka kerja, mungkin dari hasil nge-vlog, hasil bintangin iklan ini dan itu. Dan its okey. Emangnya penerima beswan harus diem aja di rumah gaboleh kemana-mana atau pun beli ini itu? 

Gue pribadi penerima beswan dan gue kerja sampingan juga.
Gue pun masih sempet nongkrong sama temen gue dan beli apa yang gue lagi butuhin. Kalo gue rasa uang gue masih cukup buat ngelakuin itu. Dan gue hangout ataupun beli ini itu juga dari uang gue kerja dan sisaan gue nabung. Gue gak lagi minta uang sama nyokap gue hanya untuk beli keperluan gue, gue gak lagi minta uang kalo gue mau pergi main sama temen gue.

Dan begitulah, kadang kita gak mau memperjuangkan apa yang menurut kita menjadi hak kita, kita terlanjut takut untuk gagal sehingga kita tidak berani untuk memulai. Ketika kita melihat orang lain mengambil hak kita kita hanya bisa marah-marah tidak jelas. Kita marah karena ketidakmampuan kita memperjuangkan hak kita, kita marah karena kita gagal menempati posisi mereka.

Gue mohon, buka fikiran kalian tentang hal seperti itu.
Jangan salahkan orang lain atas ketidakberhasilan kita.
Jangan salahkan orang lain atas ketidakmampuan kita mempertahankan apa yang seharusnya menjadi hak kita.
Jangan menjadikan ‘ketidakmampuan finansial’ menjadi alasan kita takut untuk bersaing dengan siapapun.
Jangan menyalahgunakan kata pertanggungjawaban untuk menutupi ketidakmampuan kita berusaha dan mencoba.
Jangan jadi pengecut.
Kita memang tidak pernah tahu akan jadi apa kedepannya, tapi kita tahu dari sekian banyak pintu pasti ada satu pintu yang terbuka untuk kita.
Jadi, mengapa kita tidak mencoba untuk mengetuk semua pintunya hingga ada pintu yang mau terbuka untuk kita?
Untuk seluruh pemuda pemudi Indonesia, mari kita berlomba secara sehat untuk mengharumkan negeri ini. kita sama. Darimana kita berasal itu tidak penting, yang terpenting tujuan kita satu, mendapatkan pendidikan yang layak untuk kembali ke negeri tercinta.



Komentar

  1. sebetulnya bukan ke si publik figur atau beswan dari kalangan atas sih min. mngkn sbegian orang yg nyinyir yg disbutkan itu lebih ke bagaimana goals dr LPDP itu. itu nominal anggaran yang tidak sedikit dari APBN negara kita. jadi kalau tujuannya tuk meningkatkan dan meratakan pendidikan Indonesia, memang harusnya dilihat pada bentuk si penerima beasiswa itu sendiri. ya kalau kemudian dana pendidikan dipakai oleh orang-orang kaya lagi ya ini seprti mengulang sejarah. yang "kaya" yang berpendidikan bagus. semua orang berhak berkompetisi. tapi perlu diingat pula, siapa yg bisa kursus bahasa inggris IELTS, dan kualifkasi lainnya ya kalau bukan orang yg punya duit. yang miskin bagaimana? berapa perse dr orang miskin yang hanya mengandalkan "dewi fortuna" kalau dia emang pintar dari sononya. bukan dibentuk seperti sebagaian orang-orang kaya?
    kemdudian yg paling penting adalah dampak beasiswnya, jangan sampai kaya Cinta Laura, udah dapet beasiswa eh milih kewarganegaraan Jerman. kan konyol ehhehee.. tidak menyalahkan cinta laura sih (aku suka CL kokk). lebih ke sistem LPDPnya itu sendiri. karena sekali lagi, itu uang negara yang gede banget. hehehe begitu menurut saya min

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Hai, rasanya terlalu terlambat ya jika membalas komentar ini. Maaf ya, karena saya benar benar baru melihatnya. Terima kasih sekali kamu sudah meluangkan waktu untuk membaca dan terima kasih juga sudah membagikan sudut pandangmu kepada saya. Iya saya mengerti yang kamu maksud, benar katamu bukan hanya ke publik figurenya saja yang dimaksud, tetapi saat itu obrolan kami (teman saya dan saya) ada lingkup itu. Pandangan tentang seorang penerima beasiswa dari sudut pandang teman dekat saya. Di situ saya melihatnya sudah lebih ke arah yang dia menyalahkan orang lain atas kegagalan yang dirasakan, semua orang, pada saatnya, akan berada di tempat di mana dia seharusnya, dan kalau dirasa orang yang berekonomi rendah hanya mengandalkan dewi fortuna saya kurang setuju hehe Karena banyak sekali kesempatan di luar sana yang terlewatkan karena ketakutan kita untuk memulai. Itu bagi saya, namun apa yang kamu katakan juga tidak salah. Sekali lagi terima kasih untuk waktunya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkat (Virtual Feeling #2)

Marigold

Deep talk